Sabtu, 12 April 2008

Prestasi Kinerja Kompeten

DIREKSI PT Pertamina pada Maret 2007 lalu mengeluarkan surat yang memberikan wewenang kepada Pertamina Learning Center (PLC) untuk menyelenggarakan program pembelajaran terintegrasi dan tersentralisasi atau semacam pendidikan dan latihan (diklat) setelah sebelumnya diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang ada di internal Pertamina. Learning center yang berlokasi di Jalan Sinabung II, Simprug, Jakarta Selatan merupakan metamorfosis dari Pusat Diklat Pertamina yang selama ini dikenal dengan nama Pusat Pengajaran dan Pengembangan Kepemimpinan (Pusjarbangpim).
Mengambil istilah kampus pada umumnya, ‘Universitas Pertamina‘ ini dipimpin oleh seorang Rektor. Dalam struktur Pertamina, jabatannya Vice President Pertamina Learning Center. Dialah Nina Nurlina Pramono, Rektor pertama di ‘Universitas Pertamina‘ .
Nina sosok perempuan yang keibuan, dan berhasrat merubah paradigma dan strategi pusat pelatihan Pertamina, tidak semata-mata merubah nama saja.
Perubahan nama menjadi PLC lebih luas ketimbang sekadar sebuah tempat diklat yaitu proses learning. Dimana konotasi learning itu seumur hidup, di mana saja, dan kapan saja, sedangkan diklat berkonotsi jangka pendek.
Sebelumnya, setiap Direktorat di Pertamina Pusat dan unit operasi di daerah mempunyai rencana masing-masing untuk program pelatihannya dan juga pelaksanaannya “Namun lebih baik bila terintegrasi dan tersentralisasi karena derapnya akan lebih sinergis dan fokus untuk mendukung tercapainya misi perusahaan,” kata perempuan kelahiran Garut, 17 agustus 1958 ini, seraya menambahkan integrasi dan sentralisasi menyangkut efektivitas dalam menentukan objektif, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan pembelajaran.
Dalam pandangan alumni Magister Manajemen Universitas Gajah Mada (UGM) ini , idealnya PLC menjadi pusat pembentukan dan pengembangan human capital yang unggul dan terpandang. Ia mengambil esensi dari visi Pertamina memenangkan persaingan.
Kepada Januarti Sinarra Tjajadi dari Jurnal Nasional mantan wartawan kampus dan penyiar salah satu radio di Bandung ini menyampaikan harapannya dalam memimpin PLC yang baru berusia satu tahun. Begitu juga dengan strategi untuk mencetak professional-professional di Pertamina.
Bisa dijelaskan upaya yang anda lakukan untuk menghasilkan lulusan PLC yang berkualitas?
PLC adalah bagian dari strategi perusahaan dalam menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Beberapa waktu lalu kami sudah memetakan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) lima tahun yang disusun berdasarkan road map 15 tahun , Pertamina akan menjadi perusahaan national oil company yang berkualitas world class yang didukung oleh SDM yang mempunyai kapabilitas world class juga.
Mulai tahun lalu kami mengadakan pembaharuan antara lain menyelaraskan tujuan, materi dan metode pembelajaran sesuai dengan misi ‘Pertamina Baru‘ baik untuk pendidikan pre-employment/fresh in-take maupun untuk program pengembangan kepemimpinan dan managerial.
Metode class room dipadatkan dan field work atau on the job training diberi porsi yang lebih besar dengan sasaran yang dapat diukur agar dapat dievaluasi hasilnya. Kami juga fokus dalam memilih para fasilitator.
Untuk dapat menjadi fasilitator diprogram yang sama rating sebelumnya minimal 80 dari skala 100. Fasilitator dan mentor program pre-employment berasal dari dalam perusahaan sehingga terjadi alih pengetahuan, keahlian sekaligus pembimbingan budaya kerja.
Sebaliknya untuk program pengembangan kepemimpinan dan managerial para fasilitator adalah akhli dan praktisi nasional maupun international, yang diharapkan dapat memberi pengetahuan dan keahlian level menengah sampai mastery. Untuk dapat menjadi fasilitator diprogram yang sama rating yang diperoleh minimal 80 dari skala 100. Dewan Direksi dan Komisaris Pertamina secara langsung turun tangan sebagai pembicara dan berbagi visi dengan para peserta dalam kedua program tersebut
Kenapa fokus pada leadership?
Sebelum tahun 2003, Pertamina adalah oil company yang dikelola dengan undang-undang (UU) tersendiri sehingga mempunyai banyak kemudahan dan keistimewaan dalam berusaha. Dengan UU Migas, pasar menjadi terbuka dan Pertamina harus siap terjun menghadapi kompetisi di pasar.
Dalam menghadapi kompetisi, kami memerlukan leader, bukan hanya sekadar manager. Lead self, lead tim, lead business and lead change merupakan framework dalam program pengembangan kepemimpinan. Upskill para leader disemua level dilakukan agar secara bersama- sama menuju ke satu arah mencapai visi Pertamina Baru. Dari tahun 2007 sampai 2009 target PLC dapat meng-upskill 300 orang leader yang mempunyai kapabilitas managerial.
Apa PLC juga mendorong transformasi budaya Pertamina?
Salah satu tugas pokok PLC adalah mengimplementasikan budaya perusahaan melalui pembelajaran. Kami bukan hanya sebagai pendorong tapi juga aktif mewujudkan terimplementasinya perubahan budaya perusahaan khususnya dilingkungan PLC.
Yang dimaksud perubahan budaya perusahaan adalah perubahan budaya kinerja, meliputi perubahan cara pikir dan cara tindak yang fokus pada kinerja. Kompetisi itu membawa hikmah berupa kesadaran untuk menjadi lebih professional dan fokus pada kinerja
Apa tantangannya?
Untuk program pre-employment, tantangannya adalah kami harus menyiapkan kualitas dan kuantitas tenaga mentor yang bermutu, karena ketika on the job training, para peserta didik sangat kritis, terbuka dan egaliter, maka fungsi mentor sangat penting, dan menentukan tingkat kualitas lulusan.
Sebagai terobosan tahun 2008 kami menyelenggarakan lima angkatan program khusus penyegaran coaching & mentoring dengan target 100 orang. Para peserta pelatihan ini adalah mereka yang telah menjadi mentor tahun lalu dan yang akan menjadi mentor tahun 2008, juga diharapkan terus berlanjut tiga tahun ke depan. Manager Bangpim-PLC sedang merancang program talent scouting sebagai program lanjutan pre-employment tersebut diatas dengan metode coaching & mentoring.
Ada kemungkinan menjadi universitas pertambangan yang dibuka untuk umum?
Kami masih fokus untuk memenuhi kebutuhan internal, khususnya dalam pengembangan leadership, managerial, teknikal/sertifikasi dan budaya. Namun PLC sudah bekerjasama dan terbuka untuk bekerjasama dengan pihak lainnya dalam pengembangan dibidang pendidikan dan industri pertambangan.
Yang lebih dekat, mungkin kami ingin menjadi salah satu center of excellent BUMN. Pertamina sudah diminta untuk mengambil inisiasi dan membicarakannya dengan beberapa BUMN tentang kemungkinan kerjasama dibidang pengembangan SDM khususnya leadership dan managerial tersebut.
Benarkan saat ini terjadi persaingan perekrutan tenaga kerja ahli bidang pertambangan?
Benar sekali, hal ini didorong oleh harga minyak yang terus naik, sehingga lapangan-lapangan minyak yang dulu dianggap tidak ekonomis untuk diproduksi sekarang menjadi ekonomis. Nah, karena untuk mendidik dan mengembangkan sendiri tenaga yang siap pakai memakan waktu, maka perusahaan-perusahaan minyak dan gas menawarkan gaji yang tinggi serta benefit lain yang menarik, sehingga terjadilah persaingan antar perusahaan dan antar negara.
Perekrutan untuk tenaga ahli dilevel tertentu sering diberi istilah pembajakan ”Highjack” antar perusahaan atau bahkan antar negara. Highjack itu terjadi paling banyak di sektor hulu khususnya untuk pekerja yang sudah berpengalaman.
Kondisi ini sudah disadari dan diketahui secara terbuka di kalangan industri perminyakan. Namun demikian, di Indonesia kenaikan permintaan akan tenaga migas tidak setinggi di kawasan Timur Tengah. Kenapa? Karena baik pencarian dan produksi minyak di Indonesia dari tahun ke tahun tidak begitu melonjak. Eksplorasi-eksplorasi baru tidak seheboh di luar negeri. Harga minyak yang tinggi juga mendorong produk substitusi energi seperti batu bara menjadi lebih mahal dan dicari sehingga menyebabkan permintaan akan tenaga pertambangan batu bara juga meningkat
Bagi Pertamina sendiri, bagaimana mencegahnya?
Kami ingin Pertamina menjadi perusahaan idaman bagi para pencari kerja. Mencegah agar para pekerja tetap setia melalui berbagai program antara lain, kompensasi & benefit yang terus diselaraskan dengan pasar di industri migas. Demikian pula budaya kinerja dan keterbukaan antara atasan dan bawahan terus ditingkatkan.
Melalui PLC, Pertamina memberikan komitment dalam pengembangan individu sejak pre-employment. Kami juga melakukan pencegahan untuk program pre-employment dan pendidikan D1 sampai dengan S3 harus bekerja dua kali masa pendidikan ditambah dua tahun, kalau keluar maka harus mengembalikan 300 persen dari biaya pendidikan.
Sebenarnya cara yang paling ampuh adalah dengan ‘memanusiakan‘ dan memberi ruang yang cukup untuk berkembang dan merasa berarti dan nyaman dengan suasana kerja yang ada. Tetapi kondisi akan terus berubah dan persaingan akan terus meningkat, maka perlu ada kiat lain.
Misalnya setiap kenaikan kompetensi dan kualitas seseorang maka harus segera diimbangi dengan kenaikan kompensasi dan benefit, sebab kalau ada ‘gap‘ diantara keduanya maka itulah yang dapat dipakai perusahaan lain untuk menarik perhatian dan menggoda pekerja kita. Pemberian kompensasi & benefit menjadi sangat individual tergantung dari tinggi rendahnya kompetensi dan kualitasi pekerja yang bersangkutan.
Langkah yang lebih ekstrim?
Kalau semua kondisi yang mendukung untuk menahan para pekerja sudah disediakan perusahaan, tetapi permintaan dari luar tetap lebih menarik, ini merupakan kondisi yang harus dihadapi. Saya pribadi berpendapat kita harus merelakan mereka yang ingin pergi. Pada kondisi tertentu bahkan kita harus siap untuk menyediakan pekerja kita “dibajak” perusahaan lain atau negara lain. Wah!
Caranya ? Agar pembajakan itu tidak membahayakan perusahaan , maka perlu diantisipasi melalui pengidentifikasian jabatan yang rawan pembajakan, pembinaan yang intensif dan ekstensif untuk kompetensi jabatan tersebut sehingga secara intern mempunyai surplus, dan akhirnya memelihara keterbukaan antar atasan bawahan agar bagi pekerja yang ”dibajak” dapat menyampaikan kepada atasannya secara terbuka, tidak perlu sembunyi dan dadakan. Saya melihat sisi positifnya bagi perusahaan bila kondisi itu terjadi karena bisa menjadi salah satu indikator atau pembuktian bahwa para ”alumni Pertamina” memang unggul.

Tidak ada komentar: