Sabtu, 12 April 2008

TEORI MOTIVASI

Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan। motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan untuk sumber daya manusia umumnya dan bawahan pada khususnya। Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerjasama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Malayu, 2001 : 140)। Abraham Sperling mengemukakan bahwa motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri, (dalam Mangkunegara, 2001 : 93). William J. Stanton mendefinisikan motivasi “Suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas”. Sedangkan (Mangkunegara, 2001 : 68), mengatakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisa
Menurut Nawawi (2001 : 351), bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu। Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/ kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Menurut Sedarmayanti (2001 : 66), motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Yang menjadi pendorong dalam hal tersebut adalah bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang diantara rekan kerja atau lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.
Teori Kebutuhan (hierarchy of needs) A.H.MaslowTeori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H। Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.Gambar. Hierarki kebutuhan menurut Abraham H. MaslowKebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu।Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)Teori Herzberg dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain, sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku। Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan), jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa : a) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginanuntuk memuaskannya; b). Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; c). Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besarkeinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yangdihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
Teori McClelland (Teori Kebutuhan BerprestasiDari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”Menurut McClelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi dari prestasi karya orang lain. Ada 3 (tiga) kebutuhan manusia menurut McClelland yakni, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi dan kebutuhan untuk kekuasaan.Ketiga kebutuhan ini terbukti merupakan unsur-unsur yang amat penting dalam menentukan prestasi seseorang dalam bekerja. Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki ciri umum yaitu : 1) suka mengambil resiko, sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; 2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya, dan3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Teori Douglas Mc. Gregor (Teori X dan Teori Y)Teori Mc. Gregor berdasarkan atas penelitiannya pada organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, hubungan piramida antara atasan dan bawahan, dan pengendalian kerja ekstrenal, adalah pada hakikatnya berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat manusia dan motivasinya.Teori X menyatakan bahwa sebagian besar manusia lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggungjawab, serta menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti falsafah ini maka kepercayaaanya ialah orang-orang hendaknya dimotivasi dengan uang, gaji, honorarium dan diperlakukan dengan sanksi hukuman.Lebih jauh menurut asumsi teori X dari McGregor, bahwa orang-orang pada hakikatnya adalah : 1) Tidak menyukai bekerja 2).Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggungjawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah; 3). Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi. 4). Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja; 5). Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi. McGregor menyatakan bahwa asumsi teori X tersebut jika ditetapkan secara menyeluruh dan universal bagi setiap orang dalam organisasi sering tidak tepat, dan pendekatan manajemen yang dikembangkan dari asumsi ini akan banyak mengalami kegagalan mencapai tujuan organisasi. Untuk menutupi kelemahan dari asumsi teori X itu, maka McGregor memberikan alternative teori lain yang dinamakan teori Y. asumsi teori Y merupakan kebalikan dari teori X.Secara keseluruhan asumsi teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut : 1). Pekerjaan itu pada hakikatnya sama dengan bermain, dapat memberikan kepuasan kepada orang 2). Manusia dapat mengawasi diri sendiri dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan organisasi 3). Kemampuan untuk berkreatifitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan 4). Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebuthan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri, tetapi juga pada tingkatan kebutuhan fisiologis dan keamanan; 5). Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika di motivasi secara tepat.
Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )Victor H. Vroom, mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
Teori Chris Argyris (Teori Dewasa dan Tidak Dewasa)Teori Argyris adalah merupakan pengembangan dari Teori X dan Y, argyris menambahkan bahwa ada perbedaan antara sikap dan perilaku pada diri seseorang.Menurut Argyris, ada tujuh perubahan yang terjadi di dalam kepribadian seseorang jika ia berkembang ke kedewasaan
Seseorang itu akan bergerak dari suatu keadaan pasif sebagaianak-anak, ke suatu keadaan yang bertambah aktivitasnya sebagai orangdewasa.
Seseorang akan berkembang dari suatu keadaan yang tergantung kepada orang lain ke suatu keadaan yang relatif merdeka sebagai orang dewasa.
Seseorang bertindak hanya dalam cara sedikit sebagai anak-anak, tetapi sebagai orang dewasa ia akan mampubertindak dalam berbagai cara
Sesorang itu mempunyai minat yang tidak menentu, kebetulan dan tidak begitu mendalam dan kuat minatnya sebagai orang dewasa
Persfektif waktu bagi anak-anak adalah singkat, hanya melibatkan waktu kini, tetapi sebagai orang dewasa maka perspektif waktunya bertambah menjangkau masa lalu dan masa yang akan datang
Seorang sebagai anak-anak, ia berada di bawah pengendalian setiap orang (Subordinary to every one)
Sebagai anak-anak, seseorang kurang kesadaran akan dirinya, tetapi sebagai orang yang sudah matang ia tidak hanya sadar, tetapi mampu untuk mengendalikan dirinya.

Tidak ada komentar: